Sunday, October 13, 2013

Musisi Indonesia dimusuhi dinegeri Malaysia

Musisi Indonesia dimusuhi dinegeri Malaysia

Oleh : Julis Deantonie

Masih ingat dengan kasus perebutan hak cipta lagu rasa sayange? menurut pemerintah malaysia lagu itu adalah milik malaysia, namun jelas-jelas itu lagu dari indonesia,,, bukan hanya itu, kesenian daerah Indonesia yaitu Reog Ponorogo juga di claim milik malaysia,,, sampai hari ini pemerintah malaysia akan mengeluarkan undang-undang tentang pembatasan pemutaran musik-musik indonesia di radio-radio maupun media di malaysia, hal ini diungkapkan oleh presiden seniman malaysia.

Beliau Bilang artis-artis malaysia atau orang malaysia menyebutnya karyawan-karyawan musik di malaysia tidak mempunyai tempat lagi dinegeri sendiri, dikarenakan musik-musik indonesia lebih dominan diputar diradio-radio malaysia,,,,,,

Beliau juga bilang bahwa tahun ini penjualan musik karya musisi malaysia menurun drastis hingga 80 %, masyarakat malaysia lebih suka membeli atau mendengarkan musik-musik indonesia.

Yah, menurut saya mungkin tindakan pemboykotan karya anak bangsa dinegeri jiran malaysia itu terlalu radikal dan egois dan keterlaluan, mengapa...?????

Ada banyak alasan untuk menjelaskannya, antara lain :

1. Waktu jamannya musik Malaysia sedang naek daun di indonesia, seperti amy search, exsist, dan laen-laen, mana ada pemboykotan seperti yang dilakukan pemerintah malaysia sekarang...

2. Percuma kan kalo memang hatinya orang-orang malaysia lebih condong kelagu-lagu Indonesia sekarang lalu album-album indonesia dilarang beredar disana, Sekarang teknologi maju coy, ada internet, aksesnya banyak,,,,, kalo udah cinta ya pasti dicari kemana-mana sampe dapet... iya ga?

3. Kenapa Harus Indonesia ? kenapa lagu-lagu luar negeri malaysia seperti lagu2 british, amerika, eropa, jepang yang masuk di malaysia ga diboykot...?

4. Kenapa musisi malaysia ga bikin musik seperti orang-orang indonesia bikin???? apa karena ga bisa???? apa karena ilmu mereka mentok???? takut berkompetisi ni ye.....

5. Kejahatan itu pasti ada balasannya...


ni kutipan-kutipan beritanya :
Afgan Tak Setuju Lagu Indonesia Diboikot Malaysia

Belakangan diberitakan, kalau lagu-lagu karya anak bangsa tidak boleh masuk ke Malaysia alias diboikot.
Mengenai kabar tersebut, penyanyi muda berbakat Afgan ikut prihatin. Dirinya juga merasa kecewa. "Jelas kecewa banget, karena profesi saya berhubungan dengan itu. Saya juga tidak setuju,"kata Afgan di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (7/9) malam.
Penyanyi yang baru saja membuat singel religi tersebut memberikan alasan, mengapa dirinya menolak rencana negara jiran itu untuk memboikot lagu-lagu dari tanah air.
"Mengapa harus dibatasi sih, musik itu kan untuk dinikmati semua orang. Di Indonesia saja bebas mendengar lagu-lagu dari Malaysia, mereka kok malah membatasi,"tuturnya. Musisi Malaysia Protes Dominasi Musik Indonesia
from
Malaysia Forum

http://www.tembang.com/images/berita/art_20065271134920215417750.bmp

Lagunya Ratu yang berjudul “Teman Tapi Mesra” adalah lagu yang sudah cukup lama, kalau ngga salah tahun lalu (2005) popular di Indonesia. Pada waktu itu, lagu ini belum terlalu populer di Singapura sini. Saya ingat pertama kali kenal Pak JaF, tetangga yang juga sama-sama tinggal di Singapura, adalah pada waktu saya membaca artikel mengenai lagu ini di blog-nya. Saya inget waktu itu sampai ketawa ngakak membaca artikel tersebut, saking lucunya.

Waktu itu saya ngasih komentar buat ngajak kenalan beliau sekaligus bilang, untung anak-anak saya (pada waktu) itu tidak ada yang hapal sama lagu itu, karena lagu itu (pada waktu itu) tidak populer disini. Eh, ternyata saya kecepetan ngomong.:P

Sejak sekitar dua bulan yang lalu, ternyata lagu ini mulai populer di kalangan masyarakat Melayu di Malaysia dan tentu saja, di Singapura sini. Lagu tersebut telah bertengger lebih dari 9 minggu di chart MTV Jus Top-5. Di Singapura sini, lagu ini sering diputar oleh Ria 89.7 FM, dan radio ini adalah radio favorit pembantu saya di rumah, sekaligus juga radio favorit sopir bus sekolah anak saya.

Akibatnya, mudah ditebak. Anak saya yang laki-laki, Irza, jadi sering terekspos dan sering mendengar lagu ini, dan pada akhirnya menyukai lagu ini.:)

Saya tidak bisa menyalahkan anak saya untuk menyukai lagu ini. Lagu ini iramanya enak didengar, suara si penyanyi-nya (kalau ngga salah namanya Wulan? atau Mulan?) lumayan merdu, musiknya juga enak didengar. Sampai salah satu teman kantor saya yang asli orang Melayu Singapura minta bantuan saya untuk mencarikan MP3-nya biar dia bisa pakai untuk jadi ringtone handphone-nya dia.:)

Untungnya, anak saya masih berusia 4.5 tahun, jadi yah dia tidak begitu mengerti dengan maksud lirik yang dinyanyikan. Walaupun dia minta lagu ini dimasukkan kompilasi CD yang saya buatkan untuk dia, saya yakin dia memang suka dengan musiknya, dan bukan dengan liriknya.:) Irza memang dari kecil suka dengan lagu-lagu yang berirama cepat dan riang, dan tidak pernah suka dengan lagu-lagu yang slow dan mellow. Dan apresiasi dia terhadap musik jauh lebih tinggi dibandingkan kakaknya, Inka yang sekarang sudah berusia lebih dari 6 tahun.

Bagaimanapun, saya melihat bahwa dalam beberapa bulan terakhir ini, lagu-lagu dari Indonesia mulai merajai radio-radio Melayu di Singapura dan di Malaysia. Kalau dulu, persentase antara lagu Melayu (Malaysia/Singapura) dengan lagu Indonesia yang diputar adalah 70:30, sekarang sudah hampir 50:50, bahkan mungkin 40:60. Lagu-lagu yang sering diputar dan populer disini kebanyakan adalah lagu-lagu dari group musik dan bukan individual. Sebagai contoh: Ratu, Radja, Peter Pan, Ungu dan Dewa.

Mengapa lagu-lagu Indonesia bisa menyaingi lagu-lagu Melayu yang harusnya bisa lebih merajai pasar disini? Saya melihat kreativitas dari musisi-musisi Indonesia yang menjadi kunci sukses lagu-lagu Indonesia bisa berjaya disini. Kreativitas ini menjadikan lagu baru yang ditampilkan akan selalu berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya. Bandingkan dengan lagu-lagu Melayu hasil karya artis Malaysia atau Singapura, yang kayaknya lagunya gitu-gitu aja dari dulu. Tidak ada improvisasi, kreativitas dibandingkan lagu-lagu sebelumnya.

Saya hanya bisa bilang ke artis-artis Indonesia yang bisa menembus pasar Malaysia dan Singapura: keep up the good work! Sebagai orang Indonesia, tentu saya bangga kalau lagu-lagu Indonesia bisa digemari oleh teman-teman saya yang orang Singapura. Walaupun lagu-nya berjudul “Teman Tapi Mesra”…:)

C

Bahkan Salah satu dari mereka bilang :

Hehehe.. betul sekali pak.. Kata seorang teman, Indonesia itu udah kayak Hollywoodnya Asia Tenggara. Menurut beberapa teman, musik Indonesia lebih progresif. Nggak monoton..

Soal “Teman Tapi Mesra”, seorang penyiar Ria sampai kaget ketika saya cerita ‘makna’ lagu itu. Soalnya mesra dalam konteks bahasa melayu kan cenderung positif.. hehehe

INDONESIA...

JAJAH TERUS DUNIA MUSIK MEREKA!!!!

http://www.topix.com/forum/world/malaysia/T2P580D3SCCVQLUM5/p10

Musik Malaysia Monoton, Pasar Pun Jenuh

Malaysia kurang bisa diterima masyarakatnya sendiri, lantaran kurang bervariasi dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Pasar lokal pun mengalami kejenuhan, dan akhirnya lebih memilih menikmati musik Indonesia yang banyak masuk ke Malaysia. Demikian dikatakan salah seorang pelaku industri musik Malaysia, Sandy Monteiro kepada SP, baru-baru ini.
Namun, kata Sandy, sebagai pelaku industri musik Malaysia, dirinya dapat memahami kekecewaan musisi Malaysia yang disampaikan lewat Persatuan Penyanyi dan Pencipta lagu Malaysia (Papita), kepada radio swasta di Malaysia, yang dinilai telah menganaktirikan musik Malaysia dan lebih menomorsatukan musik Indonesia untuk diputar di sana.
"Sebagai orang Malaysia saya dapat mengerti kekecewaan para musisi Malaysia kepada radio swasta Malaysia, karena lebih sering memutar lagu-lagu Indonesia daripada lagu Malaysia," katanya.
Sebaliknya, lanjut Sandy, dirinya pun tak setuju dengan desakan Papita kepada pemerintah kerajaan Malaysia agar peredaran lagu Indonesia di Malaysia dibatasi. Pasalnya, hal itu bukan merupakan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan jika aksi pemboikotan, pelarangan atau pun pembatasan terhadap musik Indonesia di Malaysia terlaksana, hanya akan memperburuk hubungan persaudaraan antar negara yang selama ini telah terjalin cukup baik.
"Jalan tengah dari masalah ini adalah, membiarkan lagu-lagu Indonesia tetap masuk ke Malaysia seperti biasanya tanpa pembatasan, dan radio swasta di Malaysia memberikan porsi yang sama pada lagu-lagu Malaysia dan Indonesia untuk diputar di sana. Semuanya 50:50 jadi seimbang," ungkapnya.
Sandy mengatakan, secara keseluruhan saat ini industri musik sedang mengalami penurunan, terlebih dengan adanya pembajakan. Namun musik Malaysia semakin terpuruk lantaran industri musik Malaysia kurang memahami keinginan pasar lokal yang bervariasi dan hanya fokus pada satu jenis musik yang saat itu tengah disukai masyarakat.
"Misalnya ketika lagu-lagu Siti Nurhaliza disukai pasar, semua industri musik Malaysia pun ikut-ikutan mengeluarkan lagu-lagu sejenis, jadi ada banyak Siti A, Siti B, Siti C dan Siti-Siti lainnya. Musik Malaysia dikuasai lagu-lagunya Siti. Lama-lama pasar pun menjadi jenuh karena tidak adanya keragaman itu," urainya.
Kehadiran lagu-lagu Indonesia di Malaysia, jelas Sandy, membawa angin segar bagi selera musik masyarakat Malaysia. Mereka pun menjadi gandrung dengan musik Indonesia yang bervariasi.
"Kondisi ini ditangkap oleh para pengusaha radio swasta. Mereka pun mau tidak mau lebih sering memutar lagu-lagu Indonesia daripada lagu-lagu Malaysia. Sebab dengan memutar lagu Indonesia, radio mereka jadi banyak yang dengar karena isinya sesuai dengan permintaan pasar," ujarnya.
Meningkatkan Karya
Dengan demikian, kata Sandy, seharusnya kondisi ini menyadarkan para musisi Malaysia untuk lebih meningkatkan karya-karya musik mereka sehingga dapat lebih bisa diterima oleh masyarakatnya sendiri.
"Justru mereka harusnya makin menyadari bahwa ternyata pasar sudah jenuh dengan musik Malaysia yang hanya berorientasi pada satu jenis musik (Siti Nurhaliza, Red). Sudah saatnya memberikan banyak pilihan musik pada pasar," jelasnya.
Pemerintah Kerajaan Malaysia, kata Sandy, sejauh ini belum mengeluarkan larangan atau memenuhi desakan Papita untuk membatasi peredaran lagu-lagu Indonesia di Malaysia. Hanya, yang membuat Pemerintah Kerajaan Malaysia menjadi gusar adalah penggunaan bahasa Indonesia oleh para DJ (Disk Jockey) di tempat-tempat hiburan di Malaysia kini semakin menjadi trend.
"Okelah kalau lagu Indonesia digemari masyarakat sehingga jadi sering diputar di radio-radio swasta. Namun kan bukan berarti demam musik Indonesia di kalangan masyarakat jadi membuat para operator radio atau pun DJ ikut-ikutan menggunakan bahasa Indonesia dalam siarannya. Hal ini saya tidak setuju, dan ini pula yang kini akan diatur oleh Pemerintah Kerajaan Malaysia. Janganlah karena tren kemudian identitas bangsa jadi dilupakan," tuturnya.
Sandy mengatakan, dalam waktu dekat kalangan industri musik Malaysia akan mempertemukan Papita dengan kalangan radio swasta Malaysia untuk membicarakan masalah ini. Diharapkan dengan adanya pertemuan tersebut masalah ini akan segera dapat diselesaikan dengan baik.
"Minggu ini saya pulang ke Malaysia, dan rencananya kami dari kalangan industri akan mengajak Papita bertemu bersama kalangan pengusaha radio swasta. Kami akan duduk bersama untuk membicarakan masalah ini dan mencari jalan tengahnya," ujarnya.
Sementara itu, produser dan pemilik label musik PT Musica Studio's, Indrawati Widjaja mengaku, dirinya belum mendengar adanya desakan pembatasan lagu Indonesia yang dilontarkan Papita. Hingga saat ini album penyanyi yang berada di bawah naungan PT Musica Studio's masih lancar beredar di Malaysia.
"Saya belum dengar kabar apa-apa dari Malaysia. Menurut saya selama larangan itu belum disampaikan ke kami secara langsung, berarti tidak ada apa-apa. Semuanya masih aman-aman saja," imbuhnya.
Hal senada dikatakan vokalis grup band Peterpan, Ariel. Dirinya mengaku belum mendengar adanya protes dari Papita terhadap radio swasta di Malaysia. Namun Ariel menyesalkan jika Papita mendesak diberlakukannya pembatasan terhadap musik Indonesia di Malaysia hanya karena merasa tersaingi.
"Kalau memang benar Papita mengeluarkan desakan seperti itu terhadap musik Indonesia tentu saja sangat disesalkan. Karena musik adalah bahasa universal tidak boleh ada yang melarang-larang karena itu menyangkut kebebasan masyarakat dalam mengapresiasi sebuah karya seni," jelasnya.
Sejah ini, menurut Ariel, hubungan antara Peterpan dengan beberapa musisi dari Malaysia cukup baik. Penampilan Peterpan pun di Malaysia selalu disambut dengan positif oleh media massa maupun masyarakat setempat.
MUSISI INDONESIA VS MUSISI MALAYSIA: Mengapa Harus Ada Saling Sinis?
KabarIndonesia - Ada apa Indonesia dan Malaysia? Dua negara yang sering disebut-sebut serumpun ini [maklum, dari banyak dialek, budaya sampai model manusianya], makin hari justru makin menemukan tempat untuk saling "menghantam' di berbagai bidang. Entah apa persoalannya, tapi ngomong-ngomong soal nasionalisme ini, merembet ke semua bagian termasuk musik.

Awal tahun 80-an, sebenarnya Malaysia sempat "menjajah" Indonesia lewat artis-artisnya. Ketika itu nama-nama seperti Amy Search, Saleem Iklim, Exist, Wings, Ella, Sheila Madjid, benar-benar merajai ranah musik Indonesia. Terganggu? Jelas, tapi toh tidak membuat musisi Indonesia "kebakaran jenggot" dan memblokir semua lagu Malaysia.

Belajar dari pengalaman itu, kemudian bermunculan musisi Indonesia yang "meningkatkan" kualitas dan skil bermusiknya. Hasilnya, masuk 90-an hingga kini, musisi Indonesia benar-benar menjadi "raja" di negeri sendiri. Tak cuma itu, Malaysia, Brunei, dan Singapura pun kemudian mencari incaran musisi Indonesia. Selain karena lagu-lagunya berbahasa yang nyaris sama, secara musikalitas "gerak vokal melayu' lebih kena di telinga penikmat musik di negara-negara itu.

Serangan balik awalnya memang tak dianggap sebagai ancaman. Tapi ketika makin banyak band Indonesia sukses di negara-negara tersebut, hingga band-band lokal agak "terpinggirkan" kemudian pentolan-pentolannya "berteriak" keras.

Yang paling nyaring tentu saja Malaysia. Pentolan musik Malaysia seperti Amy Search dan Hattan mempersoalkan banyaknya grup musik Indonesia melakukan konser dan menjual albumnya ke Malaysia. Keduanya menilai bahwa kalau dibiarkan terus maka musik dan budaya Indonesia akan menjajah Malaysia.

Pernyataan itu memang "mengagetkan" lantaran Amy-lah yang dulu "menjajah" musik Indonesia. Tapi kini memang berbalik. Dalam banyak konser artis atau band Indonesia, grup band dan penyanyi Malaysia hanya menjadi artis pembuka.

Kemudian ketika Ungu melaunching albumnya di Malaysia, vokalis grup musik Sofas dari Malaysia sempat mengatakan ada "perang" antara grup musik Indonesia dan Malaysia. Jawaban itu sempat membuat Pasha agak kaget dan tidak enak.

Serbuan musisi Indonesia sudah tentu membuat penyanyi Malaysia cemburu. Nama-nama seperti Ungu, Radja, Letto, Rossa, Krisdayanti, Sheila on 7, Titi DJ atau SamsonS misalnya, lebih dikenal dan hitsnya meledak melebihi artis Malaysia sendiri.

Entah karena makin tergesernya penyanyi Malaysa itu sendiri atau karena sebab lain, akhirnya memuncak ketika Persatuan Penyanyi dan Pencipta Lagu Malaysia (Papita) memprotes seringnya radio swasta di negeri itu memutar lagu Indonesia. Mereka lewat Presiden Papita, M Daud Wahid, seperti dikutip situs Berita Harian, Selasa [18/9/2007], mengatakan, sudah menunjuk pengacara untuk membuat surat gugatan atas surat bantahan para pengusaha radio swasta.

Dalam suratnya, Papita akan menyatakan kekecewaan terhadap radio swasta yang lebih sering memutar lagu Indonesia dibandingkan lagu Malaysia.

"Apabila memorandum itu siap, Papita akan menyerahkannya kepada Kementerian Tenaga, Air, dan Komunikasi dan ahli Parlemen supaya isu penyiaran lagu dari Indonesia yang mendapat keutamaan oleh radio swasta diberikan perhatian dengan sewajarnya," kata M Daud Wahid sebagai dikutip harian itu.

Daud mengatakan, untuk saat ini, Papita tidak akan membuat rundingan atau perbincangan dengan organisasi musik Indonesia.

Yang mengejutkan, pernyataan Daud yang mengatakan istilah Malaysia dan Indonesia punya hubungan budaya serumpun hanyalah retorik saja. "Hal itu itu hanya satu konsep yang menarik di atas kertas tetapi secara praktiknya negara Malaysia yang lebih banyak mengalah dengan karyawan seni dari negara seberang," katanya.

Persoalan ini menjadi menarik, karena melibatkan industri musik dua negara. Memang harus diakui, ketika penyanyi Malaysia mencoba "menyelip" di ranah musik Indonesia, nyaris tidak banyak yang terdengar. Hanya Siti Nurhaliza saja yang sekarang masih punya banyak hits. Selebihnya, nyaris tak terdengar.

Mengapa begitu? Kalau dihubungkan dengan nasionalisme, tentu Indonesia bakal "menepuk dada" lantaran artisnya laku keras di Malaysia. Tapi kita juga harus melihat dari banyak sisi. Dari kapabilitas, banyak musisi Malaysia sendiri yang mengakui, Indonesia secara progress perkembangannya lebih cepat dibanding musisi Malaysia sendiri. "Saya hormat dengan musisi Indonesia," kata Dayang Nurfaizah ketika sempat ngobrol dengan penulis beberapa waktu lalu.

Ada aksi, pasti ada reaksi. Seorang pedangdut bernama Camelia Malik malah sempat mengatakan, "Semua kegiatan yang terkait dengan Malaysia harus kita hentikan, termasuk konser Siti Nurhaliza. Itu bentuk nyata protes kita atas Malaysia yang menolak minta maaf," tegasnya ketika berdemo soal wasit karate yang digebuki polisi Malaysia.

Bagaimana baiknya? Penulis tidak akan ngompori supaya musisi Indonesia ikut-ikutan boikot musisi dan artis Malayia. Di era informasi seperti sekarang, batasan-batasan seperti itu rasanya menjadi percuma juga. Yang bijak adalah saling belajar. Ketika musisi Malaysia masuk, musisi Indonesi belajar bagaimana caranya membuat lagu dan aransemen yang enak didengar tanpa meninggalkan kualitas. Memang tidak sebentar, tapi toh bisa mengejar. Seharusnya musisi Malaysia juga berpikir untuk belajar yang sama. Bukan malah mengobarkan "perang" seperti yang dikatakan musisi disana.

Perang dalam segala bentuknya gampang, tapi efeknya "nggak enaknya" panjang. Lebih baik saling belajar bukan? Tidak sederhana ngomongnya memang, tapi kalau tidak dicoba, kita tidak pernah tahu hasilnya. Hari gini "peraaaang".......

No comments:

Post a Comment